Tiba-tiba keheningan malam itu pecah karena gedoran keras di pintu rumah.
"Pendeta! Pendeta!" seorang wanita menangis. "Keluar! Keluar!"
Luz membuka pintu. Di luar berdiri Candida, seorang anggota jemaat.
"Seorang bayi telah disengat kalajengking!" Kata Candida, rasa takut terlihat di matanya.
Pendeta Carlos dan Luz segera berpakaian rapi. Sementara Pendeta Carlos mengambil senter, Luz, sebagai seorang perawat, berlari ke dapur dan mengambil bawang putih segar, botol yang berisi air minum, dan sebuah pipet.
Candida menuntun pendeta dan istrinya ke rumah bayi itu. Ketiganya berjalan dengan hati-hati di malam yang gelap.
Ular dan kalajengking bisa saja bersembunyi di rerumputan.
Saat tiba di rumah bayi itu, mereka mendapati hanya ibu dan bayi berusia setahun yang berada di rumah. Ayah bayi itu telah pergi mencari dukun.
Ibu sedang menggendong bayinya. Tubuh bayi telah berubah menjadi keunguan dan bergetar hebat.
"Saya membaringkannya di tempat tidur gantung dan tidak memperhatikan kalajengking itu,"
Ibu menjelaskan sambil menangis. "Kemudian dia berteriak dan, ketika saya mengangkatnya, saya melihat ada kalajengking."
Dia menunjukkan kalajengking berukuran besar yang sudah mati dan hancur di lantai. Dia telah membunuhnya dengan sepatu bot.
Luz mengambil bayi itu dari pelukan ibunya dan mencari luka sengatan. Dahinya berkerut menunjukkan rasa khawatir. Bayi itu sekarat.
"Mari kita berdoa", katanya.
Ibu yang sedang menggendong bayi yang gemetar dan berwarna ungu itu, bertelut di lantai. Pendeta Carlos, Luz, dan Candida juga bertelut dengannya, dan mereka berempat berpegangan tangan.
'Tuhan, Engkau memiliki kuasa, dan Engkaulah satu-satunya yang dapat menyembuhkan bayi ini" Pendeta Carlos berdoa.
Luz membersihkan luka bayi itu. Dia menumbuk bawang putih dan menempelkan sebagian di area luka. Kemudian dia mencampur sisa bawang putih lainnya dengan air minum di botol dan menggunakan pipet untuk meneteskan air itu ke mulut bayi. Setelah itu, Pendeta Carlos kembali berdoa. Dia dan Luz mengulangi proses mencuci luka, pengobatan dengan bawang putih, dan berdoa berulang-ulang selama satu jam. Berangsur-angsur, bayi itu mulai pulih dan tidak lagi gemetar. Kulitnya yang ungu berubah menjadi warna merah muda yang sehat.
"Kamu bisa menyusui bayimu sekarang," kata Luz, menyerahkan bayi kembali kepada ibunya.
Ibu memeluk bayinya erat-erat, dan mulai menyusui anak laki-laki itu. Keluarga tersebut tidak lagi membutuhkan seorang dukun. Tuhan semesta alam lebih berkuasa.
Pendeta Carlos berdoa untuk terakhir kalinya, sebuah doa syukur penuh sukacita.
"Terima kasih, Tuhan, karena telah menjawab doa kami untuk bayi ini," katanya. "Kami memohon agar Engkau menggunakan mukjizat ini untuk menjamah hati keluarga ini sehingga mereka mengerti bahwa Engkau benar-benar adalah Tuhan."
Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas pada triwulan ini akan membantu membuka sebuah "pusat pengaruh" Hidup yang Lebih Baik di Universitas Advent Kolombia untuk melatih para mahasiswa menjadi misionaris seperti Carlos. Carlos sendiri lulus dari universitas ini. Terima kasih telah merencanakan Persembahan Sabat Ketiga Belas dengan berlimpah.
Posting Komentar