Sabat ke 1 - 2 April 2022 | Zimbabwe
Eugene Fransch
Masuk ke Perguruan Tinggi Solusi merupakan benturan budaya yang besar. Saya seorang mahasiswa dengan ras campuran pertama di kampus itu pada tahun 1970-an akhir. Saya memiliki rambut afro (kribo) yang sangat besar, musik rock n’ roll di pemutar kaset, dan juga sebuah sifat yang harus menyesuaikan.
Tetapi Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh melihat sesuatu dalam diri saya dan menawarkan beasiswa di Solusi, yang letaknya sangat terpencil di Zimbabwe. Rencananya saya hanya akan tinggal dalam setahun dan kemudian pindah ke Perguruan Tinggi Helderberg di Afrika Selatan. Akan tetapi, setelah melewati tahun pertama, saya memutuskan untuk tetap tinggal.
Saya merupakan mahasiswa ratarata di kelas teologi. Mata kuliah yang paling sulit adalah bahasa Yunani, dan harus saya akui bahwa nilai tertinggi yang pernah saya peroleh hanya “C.” Pada kebanyakan semester saya memperoleh nilai “C kurang” atau “D.” Saya kurang bisa memahami pelajarannya. Sampai tiba pada semester akhir, saya berjuang dengan seorang profesor bahasa Yunani, Leo Raunio, misionaris baik hati yang juga ketat dalam memberikan nilai.
Pak Raunio telah bersahabat dengan saya ketika saya pertama kali tiba di kampus tersebut pada tahun 1978. Dia mengajari saya cara bermain catur, dan kami menghabiskan waktu berjam-jam bermain catur di rumahnya. Lahir di Finlandia, ia telah melayani sebagai misionaris untuk penduduk asli Amerika di Amerika Serikat dan mengajar mahasiswa-mahasiswa di Afrika Selatan sebelum pindah ke Solusi pada usia ketika orang lain memilih untuk pensiun. Dia berbagi banyak pengalaman misi dengan saya, dan saya terkesan karena dia memilih untuk mengakhiri kariernya di Solusi.
Ketika saya mengikuti ujian akhir bahasa Yunani, saya tahu bahwa saya sudah gagal. Seraya saya menyerahkan kertas ujian kepada Pak Raunio, saya menatap matanya dan berkata, “Dok, saya gagal lagi.”
Dia tersenyum dan berkata, “Tidak apa-apa.”
Pada minggu selanjutnya, saya stres dan kecewa karena saya tahu saya tidak bisa ditamatkan dari perguruan tinggi itu bila tidak lulus bahasa Yunani. Saya sudah menanti acara wisuda itu karena, dari semua hal, saya telah berencana untuk menikah. Menghabiskan enam bulan untuk mengulang mata kuliah bahasa Yunani itu sama sekali tidak terbayangkan.
Seminggu setelah ujian, Pak Raunio memanggil saya ke kantornya. “Saya telah memperhatikanmu selama empat tahun,” katanya. “Saya telah melihatmu berubah dari seorang yang radikal menjadi seorang pemuda pekerja keras yang mengasihi Tuhan. Saya mengamati bahwa musik di pemutar kasetmu bahkan telah berubah dari musik rock n’ roll menjadi musik Kristen. Saya telah menyaksikan perubahan yang terjadi dalam hidupmu, sebuah perubahan yang telah membawa dirimu lebih dekat kepada Kristus.”
Saya terkejut. Tidak ada sepertinya yang memperhatikan semua perubahan itu.
“Kamu telah belajar dengan baik di mata kuliah yang lain dan lulus,” kata Pak Raunio. “Saya tahu betapa berartinya kelulusan bagimu. Saya tahu kamu telah melakukan semua yang kamu bisa untuk lulus ujian bahasa Yunani tetapi kamu gagal.”
“Meskipun demikian, saya ingin memberimu kasih karunia,” katanya.
“Saya tahu Tuhan memiliki sebuah rencana bagimu dalam pekerjaan yang akan kamu lakukan. Dengan kasih karunia, saya akan memberimu nilai kelulusan minimum sehingga kamu bisa diwisuda.” Kemudian beliau berdoa agar tangan Tuhan membimbing masa depan saya.
Ketika saya kembali ke asrama, saya bertelut dan berterima kasih kepada Tuhan. Saya kemudian mencari tunangan saya dan mengatakan kepadanya, “Dengan kasih karunia Tuhan, saya lulus kuliah!”
Saya berutang budi kepada Pak Raunio. Dia melihat melampaui apa yang terjadi pada masa kini dan mempertimbangkan kemungkinan yang bisa terjadi pada masa depan saya. Dia melihat potensi yang ada dalam diri saya.
Tuhan telah membantu saya bekerja selama 18 tahun sebagai Direktur Pelayanan Pemuda untuk gereja Advent di Zimbabwe. Setelah itu, saya melayani sebagai Direktur Pemuda di Divisi Afrika Selatan–Samudra Hindia dan memegang jabatan kepemimpinan lainnya. Saya juga telah memperoleh gelar doktor di bidang kepemimpinan.
Saya bersyukur kepada Tuhan karena telah menolong saya memahami apa itu kasih karunia dan apa artinya bagi seseorang yang membutuhkan itu tetapi tidak pantas menerimanya. Teladan Pak Raunio telah memberi pelajaran bagi saya untuk menunjukkan kasih karunia kepada orang lain bahkan ketika mereka tidak pantas menerimanya.
Bahkan dalam keadaan kita yang terpuruk karena dosa, Tuhan melihat potensi kita. Dia tidak akan mengecewakan kita karena kondisi kita saat ini. Dia melihat apa yang bisa kita capai. Kita juga perlu melihat melampaui apa yang terjadi pada masa kini dengan menggunakan mata seperti Tuhan dan melihat potensi dalam diri orang lain.
Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas tahun 2015 telah disalurkan pada Universitas Solusi untuk menggandakan ukuran bangunan kafetaria yang terbatas dari 500 menjadi 1.000 kursi. Terima kasih atas persembahan misi Anda yang telah menopang sekolah Advent seperti Solusi mempersiapkan banyak orang untuk mengabarkan kedatangan Yesus yang segera ke seluruh dunia.
Oleh Eugene Fransch
Posting Komentar