Sabat ke 12 - 18 September 2021 | Pengungsi DAU, AS
Oleh Niang Muang (21 Tahun)
Niang yang berusia sepuluh tahun bangun untuk pergi ke sekolah ketika di luar masih gelap.
Dia khawatir. Sekolah mengkhawatirkan dia setiap hari. Keluarganya baru pindah setahun yang lalu dari Myanmar ke Amerika Serikat sebagai pengungsi, dan tidaklah mudah bersekolah di negara bagian Georgia.
Dia tidak bisa berbicara bahasa Inggris dengan baik. Dia tidak mempunyai banyak teman. Dan dia harus berjalan ke sekolah dalam kegelapan. Ayah tidak bisa pergi bersamanya karena dia bekerja pada malam hari. Ibu harus tinggal di rumah bersama adik perempuan yang masih bayi.
Niang berdoa sebelum meninggalkan rumah.
"Ya Tuhan, tolong bantu saya untuk bisa bertahan di sekolah pada hari selanjutnya," katanya. "Bantu saya agar tidak mendapat masalah dengan guru. Jagalah saya saat berjalan ke sekolah. Amin."
Niang mengayunkan ransel hitamnya yang berat ke bahu dan melangkah keluar ke jalan gelap. Jika dia mengambil jalan pintas, dia bisa tiba di sekolah hanya dalam 10 menit. Dia harus berjalan melewati beberapa gedung apartemen dan melewati hutan untuk sampai ke sekolah. Bisa saja dia akan bertemu dengan beberapa anak di sepanjang jalan dan menemaninya.
Tidak ada anak lain yang terlihat saat Niang berjalan melewati hutan. Udara begitu tenang. Pepohonan tampak seperti bayangan gelap.
Tiba-tiba dua pria besar muncul di hadapannya. Salah satu dari mereka memegang sesuatu yang terlihat seperti tas kain berwarna putih. Tas itu lemas dan kosong. Dia mengulurkannya.
"Hei, bisakah kamu memegang ini untuk kami?" dia bertanya.
Niang berpikir itu pertanyaan yang aneh. Dia berhenti dan mundur beberapa langkah. Orang-orang itu maju beberapa langkah.
Niang melihat sekeliling dengan rasa khawatir, berharap anak-anak lain yang pergi ke sekolah mengikuti jalan pintas itu. Dia tidak melihat siapa pun. Dia menatap kembali para pria itu. Mereka berdua dan dia hanya sendiri. Badan.mereka tinggi dan besar, dia pendek dan kecil. Apakah dia akan memegang tas putih itu?
"Tidak!" Niang berseru, sambil menggelengkan kepalanya.
Dia berbalik dan berlari secepat mungkin.
Kedua pria itu terkejut.
"Oh tidak!" kata salah seorang pria. "Jangan lari!"
Tetapi Niang tidak berhenti. Dia takut. Dia telah mendengar cerita mengenai anak-anak yang diculik. Dia tahu bahwa kedua pria itu dapat dengan mudah menangkapnya.
"Tuhan, tolong bantu saya," dia berdoa. "Tolong lindungi saya."
Dia bertanya-tanya dalam hati apakah mereka dapat menangkapnya seketika. Dia ingin segala sesuatu berjalan baik bersama Tuhan.
"Jika saya melakukan sesuatu yang salah, mohon ampuni saya," doanya.
Dia mendengar suara bahwa kedua pria itu masih mengejarnya. Saat dia tidak mendengar suara yang mencurigakan, dia berhenti sejenak. Jantungnya berdebar kencang. Kemudian dia mendengar percakapan dari anak-anak yang mengambil jalan pintas ke sekolah. Niang merasakan suatu kelegaan. Dia bisa berjalan bersama dengan anak-anak lain dan merasa aman.
Dia mengikuti ketiga anak yang lebih muda menuju sekolah. Ketika mereka melewati tempat di mana kedua pria itu berdiri, para pria itu sudah tidak terlihat. Mereka sudah menghilang.
Niang menarik napas lega.
"Ya Tuhan, terima kasih telah melindungi saya," dia berdoa.
Dua orang besar telah ditangani oleh Tuhan yang justru lebih besar.
Sepuluh tahun yang lalu, Persembahan Sabat Ketiga Belas telah membantu anak-anak pengungsi seperti Niang untuk pindah dari sekolah negeri ke sekolah Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Sebagian dari Persembahan Sabat Ketiga Belas triwulan ini sekali lagi akan membantu anak-anak pengungsi untuk menerima pendidikan Advent. Terima kasih telah merencanakan persembahan yang murah hati.
Posting Komentar