Sabat ke 9 - 28 Agustus 2021 | Chicago, AS
Oleh Terri Saelee
Seseorang memberi tahu ayah tentang Yesus di Irak. Ayah jatuh cinta dengan Yesus dan bergabung dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Namun, ibu memutuskan untuk tetap memeluk agama tradisionalnya.
Setelah beberapa waktu, hidup di Irak menjadi sulit bagi keluarga ini. Ayah, karena merasa takut akan keselamatan ibu dan kedua putrinya yang masih kecil, memindahkan keluarga untuk hidup sebagai pengungsi di Amerika Serikat.
Setelah tinggal di Michigan selama setahun, keluarga ini pindah ke California. Ayah tidak tahan dengan musim dingin saat di Michigan. Suhu dingin menyebabkan rasa sakit pada luka-luka masa perang yang pernah dideritanya saat di Irak.
Di California, ayah dan ibu mengirim putri-putri mereka ke sekolah negeri. Tetapi ayah berdoa agar para gadis dapat belajar di sekolah Advent. Dia tidak mempunyai uang untuk membayar sekolah gereja dan, bahkan jika dia punya, dia tidak tahu satu orang Advent pun yang bisa memberi tahunya di mana menemukan sekolah itu. Tetapi dia terus berdoa. "Tolong, Tuhan," dia berdoa, "bantulah putri-putri saya untuk menerima pendidikan Advent.
Suatu hari, ayah mengunjungi bank makanan yang mendistribusikan perbekalan kepada keluarga yang membutuhkan. Sementara menunggu untuk menerima makanan, ayah mulai berbicara dengan seorang sukarelawan dan mendapati bahwa pria tersebut adalah seorang pendeta gereja Advent. Selain itu, sukarelawan tersebut mengatakan kepadanya bahwa bank makanan itu diselenggarakan dan dijalankan oleh Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh yang bertepatan memiliki sekolah gereja.
Di rumah, ayah memberi tahu ibu kabar baik itu. Dia dan ibu dengan cermat telah menabung agar mereka dapat menimba ilmu kembali sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik untuk menghidupi keluarga. Mereka memutuskan untuk menggunakan uang yang berharga itu untuk membayar uang sekolah putri-putri mereka. Beberapa saat kemudian, ayah tiba di sekolah gereja dengan ibu dan kedua putri mereka yang berusia 9 tahun dan 11 tahun. Mereka duduk di kantor kepala sekolah, wajah mereka bersinar, sementara mereka menunggu informasi tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Kepala sekolah dan pendeta gereja, yang duduk di depan mereka, saling bertatapan, dan kemudian memandang ke arah ayah, ibu, dan anak-anak, perempuan itu. Antusiasme yang terpancar dari wajah orang tua dan para gadis itu menyentuh hati mereka.Tetapi uang yang telah ditabung selama ini oleh ayah dan ibu tidaklah cukup.
"Kami sangat berharap gadis-gadis ini bisa belajar di sini," kata kepala sekolah. "Tetapi, sayangnya, uang yang ada tidak cukup untuk menutupi biaya sekolah."
Kepala sekolah berhenti sejenak dan menatap pendeta itu lagi. Dia melihat belas kasihan di matanya dan merasa terdorong untuk melanjutkan. "Kami akan mendaftarkan anak-anak perempuan ini di sekolah," katanya. "Mari melangkah dengan iman dan percaya bahwa Tuhan menyediakan bantuan untuk biaya sekolah entah bagaimana cara-Nya."
Keempat orang dewasa dan kedua gadis itu bertelut di lantai dan menundukkan kepala mereka.
"Ya Tuhan, kami membutuhkan bantuan-Mu," doa sang pendeta. "Tolong sediakanlah uang untuk pendidikan kedua gadis yang berharga ini."
Tak lama setelah keluarga ini pergi, kepala sekolah menerima panggilan telepon.
Sebuah kabar dari koordinator Pengungsi Advent dan Pelayanan Imigran untuk Divisi Amerika Utara Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Ibu yang menelepon memberitahukan bahwa dia mempunyai dana untuk membantu membayar uang sekolah anak-anak pengungsi yang mungkin ingin belajar di sekolah gereja. Dana tersebut, tuturnya, berasal dari umat Advent di seluruh dunia yang telah memberikan Persembahan Sabat Ketiga Belas pada tahun 2011.
Posting Komentar